Sirah Nabawiyyah [5]: Berbagai Cara Orang Kafir Quraisy untuk Menghadapi Dakwah
Setelah musim haji berakhir dan kaum Quraisy kembali ke rumah mereka, mereka merasa bahwa mereka perlu menangani masalah yang muncul akibat dakwah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam yang mengajak kepada penyembahan hanya kepada Allah. Mereka pun berpikir, berdiskusi, dan akhirnya memilih berbagai cara untuk menghadapi dan menghentikan dakwah ini. Berikut adalah beberapa cara yang mereka tempuh:
Pertama: Melanjutkan ejekan dan penghinaan serta memperbanyaknya. Tujuannya adalah untuk melemahkan semangat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan para pengikutnya, serta merendahkan mereka secara moral. Mereka menuduh Rasulullah sebagai orang yang terkena sihir, seorang penyair gila, dukun yang didatangi oleh setan, penyihir, pembohong, dan pengada-ada. Setiap kali mereka melihat Rasulullah, mereka menatapnya dengan penuh kemarahan dan kebencian, seperti yang Allah Subhanahu Wa Ta'ala firmankan:
وَإِن يَكَادُ الَّذِينَ كَفَرُوا لَيُزْلِقُونَكَ بِأَبْصَارِهِمْ لَمَّا سَمِعُوا الذِّكْرَ وَيَقُولُونَ إِنَّهُ لَمَجْنُونٌ
"Dan sesungguhnya orang-orang kafir itu hampir-hampir menggelincirkanmu dengan pandangan mereka ketika mereka mendengar Al-Qur'an dan mereka berkata: 'Sesungguhnya ia (Muhammad) benar-benar orang gila.'" (Al-Qalam: 51).
Mereka juga sering mengejeknya dan berkata:
أَهَذَا الَّذِي يَذْكُرُ آلِهَتَكُمْ؟
"Apakah ini orang yang mencela tuhan-tuhan kalian?"
Ketika mereka melihat para sahabat yang lemah, mereka berkata:
قَدْ جَاءَكُمْ مُلُوكُ الأَرْضِ أَهَؤُلَاءِ مَنَّ اللهُ عَلَيْهِمْ مِن بَيْنِنَا
"Lihatlah, inikah raja-raja bumi yang Allah pilih dari kita?"
Seperti yang Allah Subhanahu Wa Ta'ala firmankan:
إِنَّ الَّذِينَ أَجْرَمُوا كَانُوا مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا يَضْحَكُونَ وَإِذَا مَرُّوا بِهِمْ يَتَغَامَزُونَ وَإِذَا انْقَلَبُوا إِلَى أَهْلِهِمْ انْقَلَبُوا فَكِهِينَ وَإِذَا رَأَوْهُمْ قَالُوا إِنَّ هَؤُلَاءِ لَضَالُّونَ
"Sesungguhnya orang-orang yang berdosa, mereka adalah orang-orang yang dulu menertawakan orang-orang yang beriman. Dan apabila mereka berlalu di hadapan mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan mata. Dan apabila mereka kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira. Dan apabila mereka melihat orang-orang mukmin, mereka berkata: 'Sesungguhnya mereka itu benar-benar orang-orang yang sesat.'" (Al-Mutaffifin: 29-32).
Mereka begitu banyak mengejek dan menghina, hingga hal itu memengaruhi perasaan Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam, seperti yang Allah Subhanahu Wa Ta'ala firmankan:
وَلَقَدْ نَعْلَمُ أَنَّكَ يَضِيقُ صَدْرُكَ بِمَا يَقُولُونَ
"Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa dadamu menjadi sempit disebabkan apa yang mereka ucapkan." (Al-Hijr: 97).
Namun, Allah meneguhkan hati Nabi dengan firmannya:
فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَكُن مِّنَ السَّاجِدِينَ وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
"Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud (shalat), dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal)." (Al-Hijr: 98-99).
Allah juga telah memberikan hiburan sebelumnya dengan firmannya:
إِنَّا كَفَيْنَاكَ الْمُسْتَهْزِئِينَ الَّذِينَ يَجْعَلُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهاً آخَرَ فَسَوْفَ يَعْلَمُونَ
"Sesungguhnya Kami memelihara kamu dari (kejahatan) orang-orang yang memperolok-olokkan (kamu), yaitu orang-orang yang menganggap adanya tuhan yang lain di samping Allah, maka mereka kelak akan mengetahui (akibat-akibatnya)." (Al-Hijr: 95-96).
Allah memberitahu Nabi bahwa tindakan mereka ini akan berbalik menjadi malapetaka bagi mereka, seperti yang Allah firmankan:
وَلَقَدِ اسْتُهْزِئَ بِرُسُلٍ مِّن قَبْلِكَ فَحَاقَ بِالَّذِينَ سَخِرُوا مِنْهُم مَّا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ
"Dan sungguh telah diperolok-olok beberapa rasul sebelum kamu, maka turunlah azab kepada orang-orang yang mencemoohkan rasul-rasul itu, sebagai balasan atas olokan mereka." (Al-An'am: 10).
Kedua: Menghalangi orang-orang dari mendengarkan Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam. Kaum Quraisy memutuskan untuk membuat keributan, menciptakan kekacauan, dan mengusir orang-orang setiap kali mereka melihat Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersiap untuk berdakwah kepada mereka. Mereka tidak memberi beliau kesempatan untuk menyampaikan apa yang diajarkannya. Mereka saling berpesan untuk terus melakukan hal ini. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَا تَسْمَعُوا لِهَذَا الْقُرْآنِ وَالْغَوْا فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَغْلِبُونَ
"Dan orang-orang yang kafir berkata: 'Janganlah kamu mendengarkan Al-Qur'an ini dan buatlah kegaduhan terhadapnya supaya kamu dapat mengalahkan (mereka).'" (Fushshilat: 26).
Mereka terus melakukan ini dengan keras dan tegas, hingga akhirnya Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam dapat membacakan Al-Qur'an di tengah-tengah mereka, yaitu surah An-Najm, pada bulan Ramadan tahun kelima kenabian.
Ketika mereka mendengar Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam melantunkan Al-Qur'an dalam shalatnya—terutama di waktu malam—mereka mencaci Al-Qur'an, mencaci Dia yang menurunkannya, dan mencaci Nabi yang membawanya. Hingga Allah Subhanahu Wa Ta'ala menurunkan firman-Nya:
وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَٰلِكَ سَبِيلًا
"Dan janganlah engkau mengeraskan suaramu dalam shalatmu, dan janganlah pula merendahkannya, dan carilah jalan tengah di antara keduanya." (Al-Isra': 110).
Nadhar bin Al-Harith pergi ke Al-Hirah dan Syam, dan mempelajari kisah-kisah rakyat yang sering mereka ceritakan tentang raja-raja dan pangeran mereka, seperti Rustam dan Isfandiyar. Ketika dia kembali, dia mengadakan pertemuan dan majelis untuk menceritakan kisah-kisah ini, agar orang-orang tidak mendengarkan Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam. Jika dia mendengar bahwa Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam sedang duduk di suatu majelis untuk menyampaikan peringatan tentang Allah, dia akan datang setelahnya dan mulai bercerita tentang kisah-kisah tersebut, kemudian berkata:
بِمَاذَا مُحَمَّدٌ أَحْسَنُ حَدِيثًا مِنِّي
"Apa yang disampaikan Muhammad lebih baik dari ceritaku?"
Dia bahkan melangkah lebih jauh dengan membeli seorang budak wanita yang pandai bernyanyi. Setiap kali dia mendengar ada seseorang yang ingin masuk Islam, dia akan membawanya kepada wanita penyanyi itu dan berkata:
أَطْعِمِيهِ وَاسْقِيهِ وَغَنِّيهِ. هَذَا خَيْرٌ مِمَّا يَدْعُوكَ إِلَيْهِ مُحَمَّدٌ
"Berikan dia makanan, minuman, dan nyanyian. Ini lebih baik daripada apa yang Muhammad ajarkan kepadamu."
Mengenai perbuatannya ini, Allah Subhanahu Wa Ta'ala menurunkan firman-Nya:
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَن سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا أُولَٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُّهِينٌ
"Dan di antara manusia (ada) yang mempergunakan percakapan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan." (Luqman: 6).
Ketiga: Menyebarkan Keraguan dan Memperbanyak Propaganda Palsu
Kaum Quraisy juga meningkatkan upaya mereka dalam menyebarkan keraguan dan propaganda palsu tentang Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam dan Al-Qur'an. Mereka melakukan berbagai cara untuk merusak citra Nabi dan pesan yang dibawanya. Kadang-kadang mereka berkata tentang Al-Qur'an:
إِنَّهُ أَضْغَاثُ أَحْلَامٍ
"Sesungguhnya ini hanyalah mimpi-mimpi yang kacau." (Yusuf: 44).
Mereka menuduh bahwa Al-Qur'an adalah mimpi-mimpi palsu yang dilihat oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam di malam hari, kemudian beliau membacakannya di siang hari. Kadang-kadang mereka berkata bahwa Nabi mengarangnya sendiri:
إِنَّمَا يُعَلِّمُهُ بَشَرٌ
"Sesungguhnya Al-Qur'an itu diajarkan kepadanya oleh seorang manusia." (An-Nahl: 103).
Mereka juga mengatakan:
إِنْ هَٰذَا إِلَّا إِفْكٌ افْتَرَاهُ وَأَعَانَهُ عَلَيْهِ قَوْمٌ آخَرُونَ
"Ini tidak lain hanyalah kebohongan yang dia ada-adakan, dan dia dibantu oleh orang lain." (Al-Furqan: 4).
Mereka bahkan berkata:
إِنْ هَٰذَا إِلَّا أَسَاطِيرُ الْأَوَّلِينَ اكْتَتَبَهَا فَهِيَ تُمْلَىٰ عَلَيْهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا
"Ini hanyalah dongeng-dongeng orang dahulu, yang dia minta supaya dituliskan, lalu dibacakan kepadanya setiap pagi dan petang." (Al-Furqan: 5).
Kadang-kadang mereka juga menuduh bahwa Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam memiliki jin atau setan yang menurunkan Al-Qur'an kepadanya, sebagaimana jin dan setan turun kepada para dukun. Allah Subhanahu Wa Ta'ala menjawab tuduhan mereka dengan firman-Nya:
هَلْ أُنَبِّئُكُمْ عَلَىٰ مَن تَنَزَّلُ الشَّيَاطِينُ تَنَزَّلُ عَلَىٰ كُلِّ أَفَّاكٍ أَثِيمٍ
"Maukah Aku beritakan kepadamu, kepada siapa setan-setan itu turun? Mereka turun kepada setiap pendusta yang banyak berdosa." (Asy-Syu'ara: 221-222).
Artinya, setan-setan itu turun kepada pendusta besar yang tenggelam dalam dosa. Sedangkan kalian tidak pernah menemukan kebohongan atau kefasikan pada diriku, maka bagaimana mungkin kalian mengatakan bahwa Al-Qur'an ini berasal dari setan?
Kadang-kadang mereka juga mengatakan bahwa Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam mengalami gangguan mental, sehingga beliau membayangkan makna-makna tertentu dan kemudian merumuskannya dalam kata-kata yang indah dan menawan, seperti para penyair yang merangkai puisi. Oleh karena itu, mereka menuduh bahwa Nabi adalah seorang penyair dan Al-Qur'an adalah syair. Allah Subhanahu Wa Ta'ala menjawab tuduhan ini dengan firman-Nya:
وَالشُّعَرَاءُ يَتَّبِعُهُمُ الْغَاوُونَ أَلَمْ تَرَ أَنَّهُمْ فِي كُلِّ وَادٍ يَهِيمُونَ وَأَنَّهُمْ يَقُولُونَ مَا لَا يَفْعَلُونَ
"Dan para penyair itu diikuti oleh orang-orang yang sesat. Tidakkah kamu melihat bahwa mereka mengembara di setiap lembah, dan bahwa mereka mengatakan apa yang mereka sendiri tidak kerjakan?" (Asy-Syu'ara: 224-226).
Tiga sifat ini adalah ciri
khas para penyair, namun tidak satu pun dari sifat-sifat ini ada pada Nabi
Shallallahu Alaihi Wasallam. Para pengikutnya adalah orang-orang yang benar,
bertakwa, dan saleh dalam agama, akhlak, perbuatan, serta interaksi mereka.
Mereka tidak memiliki sedikit pun tanda-tanda kesesatan dalam urusan apa pun.
Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam tidak mengembara ke segala arah seperti
penyair, tetapi beliau mengajak kepada Tuhan yang satu, agama yang satu, dan
jalan yang lurus. Beliau tidak mengatakan apa pun kecuali yang beliau kerjakan,
dan beliau tidak mengerjakan apa pun kecuali yang beliau katakan. Jadi, bagaimana
mungkin beliau disamakan dengan para penyair? Dan bagaimana mungkin syair dan
penyair dibandingkan dengannya?
Tag: Raudhah Al-Anwar
Abdurrahman Al-Amiry
Kamis, 09 September 2024 di Ma'had Imam Al-Albani
0 komentar:
Posting Komentar