Abdurrahman Al-Amiry

Abdurrahman Al-Amiry

Abdurrahman Al-Amiry

Abdurrahman Al-Amiry

Abdurrahman Al-Amiry

Siapa Abdurrahman Al-Amiry?

Abdurrahman Al-Amiry adalah seorang penuntut ilmu dan pengkaji islam, serta mudir atau pimpinan ponpes Imam Al-Albani, Prabumulih, Sumsel. Keseharian beliau adalah mengajar dan berdakwah di jalan Allah. Beliau menghabiskan waktu paginya dengan mengajar para santri dan menghabiskan waktu malam dengan berdakwah lepas di berbagai masjid.

My project
Dakwah Dan Kajian Rutin

Selalu menyebarkan dakwah di setiap waktunya, baik pagi, siang, ataupun malam dengan meminta bantuan dan pertolongan dari Alla azza wa jalla.

Perubahan Kepada Yang Lebih Baik

Selalu melakukan amar ma'ruf dan nahi munkar agar masyarakat menjadi ummat yang jauh lebih baik sesuai tuntunan dan ajaran Rasulullah.

Makalah Ilmiah

Membuat artikel ilmiah berkenaan masalah agama islam, baik mengenai akidah, fiqh, hadits, ataupun materi-materi agama lainnya.

Update Ilmu Agama

Melakukan update setiap waktunya dengan share postingan setiap hari di Media sosial ataupun grup whatsapp.

Peningkatan Kualitas Konten

Abdurrahmanalamiry.com akan berusaha untuk selalu meningkatkan kualitas konten baik makalah ilmiah ataupun video kajian.

Video Kajian

Al-Amiry TV akan selalu mengupload kajian rutin setiap harinya di berbagai channel milik ustadz Abdurrahman Al-Amiry.

Recent Works

Sirah Nabawiyyah [6]: Penyiksaan Kafir Quraisy Kepada Para Sahabat Nabi


 Sedangkan kaum musyrikin memutuskan untuk menghentikan dakwah dan menghalangi jalan Allah dengan tekanan, kekerasan, dan tindakan keras. Setiap pemimpin dan kepala suku mulai menyiksa orang-orang yang telah beriman dari suku mereka. Sekelompok dari mereka juga mendatangi Abu Thalib, meminta dia untuk menghentikan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dari berdakwah kepada Allah.
 
Kaum musyrikin memperlakukan kaum Muslimin dengan penyiksaan yang sangat keji. Salah satu yang paling menderita adalah Bilal bin Rabah Radhiyallahu Anhu, seorang budak milik Umayyah bin Khalaf. Umayyah menyiksanya dengan cara yang mengerikan. Dia mengikat leher Bilal dengan tali dan menyerahkannya kepada anak-anak untuk dimainkan, sambil terus memaksa Bilal untuk meninggalkan Islam. Namun, Bilal tetap berkata:
 
أَحَدٌ أَحَدٌ
 
"Allah Yang Maha Esa, Allah Yang Maha Esa."
 
Ketika Umayyah melihat Bilal tetap teguh, dia membawa Bilal ke tengah terik matahari, menelentangkannya di atas pasir yang panas membara, lalu meletakkan batu besar di dadanya. Umayyah berkata kepadanya:
 
لَا تَزَالُ هَكَذَا حَتَّى تَمُوتَ أَوْ تَكْفُرَ بِمُحَمَّدٍ وَتَعْبُدَ اللَّاتَ وَالْعُزَّى
 
“Kamu akan tetap seperti ini sampai mati, atau kamu kufur kepada Muhammad dan menyembah Latta dan Uzza.”
 
Namun, Bilal tetap berkata:
 
أَحَدٌ أَحَدٌ
 
"Allah Yang Maha Esa, Allah Yang Maha Esa."
 
Suatu hari, Abu Bakar Radhiyallahu Anhu lewat dan melihat Bilal disiksa. Maka, Abu Bakar berkata kepada Umayyah:
 
أَشْتَرِي بِلَالًا وَأُعْتِقُهُ لِلَّهِ
 
“Aku akan membeli Bilal dan memerdekakannya untuk Allah.”
 
Lalu Abu Bakar memerdekakan Bilal.
 
Demikian juga, Amr bin Fuhairah Radhiyallahu Anhu disiksa hingga kehilangan kesadarannya dan tidak tahu apa yang dia ucapkan.
 
Abu Fakihah, yang bernama asli Aflah, juga disiksa dengan cara yang kejam. Ia dijemur di tengah terik matahari, diikat dengan rantai besi di kakinya, dan ditelentangkan di atas pasir yang panas. Batu besar diletakkan di punggungnya hingga ia tak bisa bergerak dan sering kali kehilangan kesadaran.
 
Suatu ketika, mereka mengikat kakinya dengan tali, menyeretnya di atas pasir yang panas, dan mencekiknya hingga mereka mengira dia sudah mati. Ketika Abu Bakar Radhiyallahu Anhu mengetahui hal ini, dia kembali membeli dan memerdekakannya untuk Allah.
 
Salah satu yang disiksa dengan kejam adalah Khabbab bin Al-Arat Radhiyallahu Anhu. Dia adalah budak yang ditawan pada masa jahiliyah dan dibeli oleh Ummu Anmar binti Saba' Al-Khuzaiyah. Khabbab bekerja sebagai pandai besi, dan setelah dia masuk Islam, majikannya mulai menyiksanya dengan api. Ummu Anmar sering kali membawa besi yang dipanaskan hingga membara dan meletakkannya di punggung Khabbab, memaksanya untuk meninggalkan ajaran Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Namun, Khabbab hanya semakin teguh dalam keimanannya.
 
Tidak hanya itu, kaum musyrikin lainnya juga turut menyiksa Khabbab. Mereka memelintir lehernya, menarik rambutnya, dan berulang kali melemparkannya ke atas bara api. Setelah itu, mereka meletakkan batu besar di dadanya agar ia tidak bisa bangun. Namun, semua siksaan itu tidak mengurangi keimanan Khabbab sedikit pun.
 
Begitu pula dengan Zunairah, seorang budak perempuan Romawi yang memeluk Islam. Zunairah adalah budak milik Umar bin Khattab sebelum beliau masuk Islam. Zunairah disiksa dan dipukul oleh Umar karena keislamannya, sampai ia kehilangan penglihatannya. Ketika orang-orang Quraisy melihatnya buta, mereka berkata:
 
أَصَابَتْكِ اللَّاتُ وَالْعُزَّى
 
“Latta dan Uzza telah membuatmu buta.”
 
Namun, Zunairah menjawab:
 
لَا وَاللَّهِ مَا أَصَابَتْنِي وَهَذَا مِنَ اللَّهِ وَإِنْ شَاءَ كَشَفَهُ
 
“Tidak, demi Allah, Latta dan Uzza tidak membuatku buta. Ini dari Allah, dan jika Dia menghendaki, Dia akan memulihkannya.”
 
Pada hari berikutnya, Allah memulihkan penglihatannya. Ketika hal ini terjadi, kaum Quraisy berkata bahwa itu adalah sihir dari Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam.
 
Begitu juga, Ummu 'Ubais, seorang budak dari Bani Zuhrah, memeluk Islam. Dia pun disiksa oleh tuannya, Al-Aswad bin 'Abd Yaghuts, salah satu musuh besar Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan termasuk orang-orang yang suka mengejek beliau.
 
Seorang budak perempuan milik 'Amr bin Mu'ammil dari Bani 'Adi juga memeluk Islam. Ketika itu, Umar bin Khattab Radhiyallahu Anhu masih dalam keadaan kafir, dan dia turut menyiksanya. Umar memukul budak tersebut hingga merasa lelah, kemudian berkata:
 
وَاللَّهِ مَا أَدَعُكِ إِلَّا سَآمَةً
 
“Demi Allah, aku hanya meninggalkanmu karena aku sudah lelah.”
 
Namun, budak tersebut menjawab:
 
كَذَلِكَ يَفْعَلُ بِكَ رَبُّكَ
 
“Demikian pula yang akan dilakukan oleh Tuhanmu kepadamu.”
 
Di antara para budak perempuan yang memeluk Islam dan disiksa adalah An-Nahdiyah dan putrinya, yang dimiliki oleh seorang wanita dari Bani 'Abd Ad-Dar. Abu Bakar Radhiyallahu Anhu membeli dan memerdekakan mereka, seperti yang telah dilakukannya kepada Bilal, 'Amir bin Fuhairah, dan Abu Fakihah.
 
Ayah Abu Bakar, Abu Quhafah, pernah menegurnya dengan berkata,
 
أراك تعتق رقاباً ضعافاً، فلو أعتقت رجالاً جلداً لمنعوك فقال : إني أريد وجه الله
 
"Aku melihatmu memerdekakan budak-budak yang lemah. Mengapa engkau tidak memerdekakan orang-orang yang kuat yang bisa melindungimu?" Abu Bakar Radhiyallahu Anhu menjawab, "Sesungguhnya aku menginginkan wajah Allah."
 
Maka Allah Subhanahu Wa Ta'ala menurunkan ayat-ayat yang memuji Abu Bakar dan mencela musuh-musuhnya, firman Allah:
 
فَأَنذَرتُكُمْ نَارًا تَلَظَّى * لَا يَصْلَاهَا إِلَّا الْأَشْقَى * الَّذِي كَذَّبَ وَتَوَلَّى * وَسَيُجَنَّبُهَا الْأَتْقَى * الَّذِي يُؤْتِي مَالَهُ يَتَزَكَّى * وَمَا لِأَحَدٍ عِندَهُ مِن نِعْمَةٍ تُجْزَى * إِلَّا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِ الْأَعْلَى * وَلَسَوْفَ يَرْضَى
 
"Aku peringatkan kalian dengan api yang menyala-nyala, yang hanya dimasuki oleh orang yang paling celaka, yang mendustakan (kebenaran) dan berpaling (dari iman). Dan akan dijauhkan darinya orang yang paling takwa, yang menafkahkan hartanya untuk membersihkan (dirinya), dan tidak ada seorang pun yang mempunyai nikmat padanya yang harus dibalas, tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari wajah Tuhannya Yang Mahatinggi, dan kelak dia benar-benar mendapat kesenangan." (QS. Al-Lail: 14-21)
 
Ayat ini memuji Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu Anhu atas perbuatannya memerdekakan budak-budak, termasuk Bilal dan budak-budak perempuan lainnya, yang dilakukan semata-mata karena mencari ridha Allah. Semoga Allah meridhainya dan para sahabat lainnya.
 
 
Ammaar bin Yasir Radhiyallahu Anhu, bersama ibu dan ayahnya, adalah di antara yang disiksa karena keimanan mereka. Mereka adalah sekutu Bani Makhzum, dan Bani Makhzum, yang dipimpin oleh Abu Jahal, sering membawa mereka ke tempat yang disebut Al-Abthah saat terik panas matahari untuk menyiksa mereka. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam sering melewati mereka dan berkata:
 
«صَبْرًا آلَ يَاسِرٍ مَوْعِدُكُمُ الْجَنَّةُ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِآلِ يَاسِرٍ»
 
"Sabarlah wahai keluarga Yasir, sesungguhnya janji kalian adalah surga. Ya Allah, ampunilah keluarga Yasir."
 
Yasir, ayah dari Ammar, meninggal di bawah siksaan. Sedangkan Sumayyah, ibu Ammar, ditikam oleh Abu Jahal dengan tombak di bagian tubuhnya, hingga meninggal dunia. Dia adalah syahidah pertama dalam Islam.
 
Ammar sendiri menderita siksaan berat. Kadang-kadang, para penyiksa memakaikan baju besi yang panas pada tubuhnya di siang yang terik, atau mereka meletakkan batu merah yang berat di dadanya, dan kadang-kadang mereka menenggelamkannya dalam air. Pada suatu kesempatan, Ammar, di bawah tekanan berat, mengucapkan sesuatu yang sesuai dengan apa yang diinginkan kaum musyrik, meskipun hatinya tetap penuh dengan iman. Maka turunlah firman Allah:
 
﴿ مَن كَفَرَ بِاللَّهِ مِن بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالإِيمَانِ ﴾
 
"Barang siapa yang kafir kepada Allah sesudah beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam iman…" (QS. An-Nahl: 106).
 
Begitu juga, Mus'ab bin Umair Radhiyallahu Anhu, yang sebelumnya hidup dalam kemewahan, setelah memeluk Islam, ditolak oleh ibunya. Ia dikeluarkan dari rumah, dan dilarang makan dan minum hingga kulitnya menjadi kering seperti kulit ular.
 
Shuhaib bin Sinan Ar-Rumi Radhiyallahu Anhu juga mengalami siksaan yang begitu berat hingga kehilangan kesadarannya dan tidak tahu lagi apa yang diucapkannya.
 
Begitu juga Utsman bin Affan Radhiyallahu Anhu yang disiksa oleh pamannya dengan cara menggulungnya dalam tikar yang terbuat dari daun kurma, kemudian menyalakan api di bawahnya untuk menyiksanya.
 
Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu Anhu dan Thalhah bin Ubaidillah Radhiyallahu Anhu juga mendapat perlakuan buruk. Mereka berdua diikat dalam satu tali oleh Naufal bin Khuwailid Al-Adawi—atau ada yang mengatakan oleh Utsman bin Ubaidillah, saudara Thalhah—agar mereka berhenti dari shalat dan agama Islam. Namun, keduanya tidak menghiraukan hal tersebut dan tetap melanjutkan shalat. Karena mereka diikat bersama-sama dalam satu tali, keduanya kemudian dikenal dengan sebutan "Al-Qarīnain" (dua sahabat yang terikat).
 
Adapun Abu Jahal, ketika mendengar ada seseorang yang masuk Islam dari golongan terpandang dan memiliki kekuatan, dia akan mempermalukan dan menghinanya, serta mengancam akan menyebabkan kerugian besar dalam hal harta dan status sosialnya. Namun, jika orang yang masuk Islam itu berasal dari golongan lemah, maka Abu Jahal akan memukulnya dan memprovokasi orang lain untuk melakukan hal yang sama.
 
Itulah gambaran kekerasan yang dilakukan terhadap kaum muslimin dari kalangan lemah. Sementara, bagi mereka yang berasal dari kalangan pembesar dan pemuka, siksaan dilakukan dengan hati-hati, dan hanya mereka yang selevel dalam kekuasaan atau kedudukan yang berani menyakiti mereka, itu pun dengan penuh kewaspadaan.

Tag: Raudhah Al-Anwar

Abdurrahman Al-Amiry

Kamis, 10 Oktober 2024 di Ma'had Imam Al-Albani

Sejarah Khulafaur Rasyidin [5]: Kisah Setelah Abu Bakar Masuk Islam


Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam diutus, dan Abu Bakar Radhiyallahu Anhu adalah sahabat dekatnya. Ketika Nabi diutus, para tokoh Quraisy mendatangi Abu Bakar dan berkata:
 
يَا أَبَا بَكْرٍ، إِنَّ صَاحِبَكَ ... قَالَ: وَمَا شَأْنُهُ؟ قَالُوا: هُوَ ذَاكَ فِي المَسْجِدِ يَدْعُو إِلَى عِبَادَةِ إِلَهٍ وَاحِدٍ، وَيَزْعُمُ أَنَّهُ نَبِيٌّ
"Wahai Abu Bakar, sahabatmu itu..." Abu Bakar bertanya: "Ada apa dengannya?" Mereka menjawab: "Dia sekarang berada di masjid, menyeru untuk menyembah Tuhan yang Esa, dan mengaku sebagai seorang Nabi!"
 
Maka Abu Bakar segera menuju ke rumah Nabi dan mengetuk pintu. Ketika Nabi keluar, Abu Bakar bertanya:
 
يَا أَبَا القَاسِمِ! مَا الَّذِي بَلَغَنِي عَنْكَ؟
 
"Wahai Abu Al-Qasim! Apa yang aku dengar tentangmu?" Rasulullah menjawab:
 
وَمَا بَلَغَكَ عَنِّي يَا أَبَا بَكْرٍ؟
 
"Apa yang kau dengar tentangku, wahai Abu Bakar?" Abu Bakar menjawab:
 
بَلَغَنِي أَنَّكَ تَدْعُو إِلَى تَوْحِيدِ اللهِ، وَزَعَمْتَ أَنَّكَ رَسُولُ اللهِ
 
"Aku mendengar bahwa engkau menyeru untuk menyembah Allah yang Maha Esa, dan mengaku sebagai utusan-Nya." Nabi menjawab:
 
يَا أَبَا بَكْرٍ، إِنَّ رَبِّي جَعَلَنِي بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَجَعَلَنِي فِي دَعْوَةِ إِبْرَاهِيمَ، وَأَرْسَلَنِي إِلَى النَّاسِ جَمِيعًا
 
"Wahai Abu Bakar, Tuhanku telah menjadikanku sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, dan menempatkanku dalam doa Nabi Ibrahim, serta mengutusku kepada seluruh umat manusia."
 
Abu Bakar Radhiyallahu Anhu berkata:
 
وَاللهِ مَا جَرَّبْتُ عَلَيْكَ كَذِبًا، وَإِنَّكَ لَخَلِيقٌ بِالرِّسَالَةِ لِعِظَمِ أَمَانَتِكَ، وَصِلَتِكَ لِلرَّحِمِ، وَحُسْنِ فِعَالِكَ، مُدَّ يَدَكَ فَإِنِّي مُبَايِعُكَ
 
"Demi Allah, aku tidak pernah mendapati engkau berdusta. Sesungguhnya engkau layak menjadi utusan Allah karena keagungan amanahmu, hubungan silaturahimmu, dan perbuatan baikmu. Ulurkan tanganmu, aku akan berbaiat kepadamu."
 
Diriwayatkan bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu Anhu berkata kepada Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam:
 
يَا مُحَمَّدُ مَا الدَّلِيلُ عَلَى مَا تَدَّعِي؟
 
"Wahai Muhammad, apa buktinya atas apa yang engkau klaim?" Nabi menjawab:
 
الرُّؤْيَا الَّتِي رَأَيْتُ فِي الشَّامِ
 
"Mimpi yang aku lihat di Syam." Mendengar hal itu, Abu Bakar memeluk Nabi dan mencium kedua matanya seraya berkata:
 
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّكَ رَسُولُ اللهِ
 
"Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah."
 
Abu Nu'aim dan Ibnu Asakir meriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
 
مَا حَكَمْتُ فِي الإِسْلَامِ أَحَدًا إِلَّا أَبَا بَكْرٍ، وَمَا أَرْجَعَنِي الكَلَامُ إِلَّا ابْنَ أَبِي قُحَافَةَ، فَإِنِّي لَمْ أُكَلِّمْهُ فِي شَيْءٍ إِلَّا قَبِلَهُ وَاسْتَقَامَ عَلَيْهِ
 
"Aku tidak pernah meminta siapa pun untuk masuk Islam kecuali Abu Bakar, dan tidak ada yang menolak ucapanku kecuali putra Abu Quhafah (Abu Bakar). Setiap kali aku berbicara kepadanya tentang sesuatu, dia menerimanya dan tetap berpegang teguh pada itu."
 
Abu Bakar Radhiyallahu Anhu selalu menemani Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam sejak dia masuk Islam hingga wafatnya Rasulullah. Dia tidak pernah meninggalkan Nabi, baik dalam perjalanan maupun di rumah, kecuali jika Rasulullah mengizinkannya, seperti untuk haji dan perang. Dia ikut dalam semua peristiwa penting bersama Nabi, berhijrah bersamanya, meninggalkan keluarganya demi Allah dan Rasul-Nya. Dia juga merupakan sahabat Rasulullah di dalam gua, sebagaimana Allah berfirman:
 
﴿ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا﴾
 
"Ketika mereka berdua berada di dalam gua, saat dia (Muhammad) berkata kepada sahabatnya, 'Jangan bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.'" (At-Taubah: 40)
 
Abu Bakar Radhiyallahu Anhu berperan besar dalam membantu dan membela Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam di banyak kesempatan. Dia tetap teguh pada pertempuran Uhud ketika sebagian orang melarikan diri, dan juga pada hari Hunain.
 
Abu Bakar adalah salah satu orang yang paling pemberani. Dia berdiri kokoh seperti gunung dalam pertempuran, tidak pernah mundur selangkah pun dari sisi Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Dia selalu melindungi Nabi dan menghalangi musuh dari beliau. Oleh karena itu, dia tidak memiliki reputasi sebagai pejuang di garis depan seperti beberapa sahabat lainnya, seperti Hamzah bin Abdul Muthalib, Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam, dan Abu Dujanah Radhiyallahu Anhum, yang dikenal karena banyaknya musuh yang mereka kalahkan atau tawan. Namun, Abu Bakar Radhiyallahu Anhu berbeda. Dia tetap berada di sisi Rasulullah, melindungi beliau dengan segala keberanian dan menerima serangan demi menjaga Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.
 
Abu Bakar Radhiyallahu Anhu dikenal sebagai orang yang sangat dermawan. Beliau menginfakkan hampir seluruh hartanya di jalan Allah dan Rasul-Nya. Mengenai hal ini, Allah menurunkan firman-Nya:
 
﴿وَسَيُجَنَّبُهَا الْأَتْقَى الَّذِي يُؤْتِي مَالَهُ يَتَزَكَّى﴾
 
"Dan akan dijauhkan darinya (neraka) orang yang paling bertakwa yang menginfakkan hartanya untuk membersihkan dirinya." (Al-Lail: 17-18)
 
Diriwayatkan oleh Ahmad dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
 
«مَا نَفَعَنِي مَالٌ قَطُّ مَا نَفَعَنِي مَالُ أَبِي بَكْرٍ»
 
"Tidak ada harta yang lebih bermanfaat bagiku dibandingkan harta Abu Bakar." Abu Bakar menangis dan berkata, "Bukankah aku dan hartaku hanyalah milikmu, ya Rasulullah?" Ketika Abu Bakar memeluk Islam, hartanya berjumlah empat puluh ribu dinar, dan beliau menghabiskan semuanya untuk Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Pada saat hijrah, hanya tersisa lima ribu dinar.
 
Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At-Tirmidzi dari Umar bin Khattab Radhiyallahu Anhu, yang berkata:
 
"Suatu ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam memerintahkan kami untuk bersedekah, dan saat itu aku memiliki banyak harta. Aku berkata pada diriku, 'Hari ini aku akan mengungguli Abu Bakar—jika pernah ada hari di mana aku bisa mengunggulinya.' Maka aku datang dengan separuh dari hartaku. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bertanya, 'Apa yang engkau tinggalkan untuk keluargamu?' Aku menjawab, 'Sebagian lainnya.' Lalu datanglah Abu Bakar dengan seluruh hartanya. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bertanya, 'Wahai Abu Bakar, apa yang engkau tinggalkan untuk keluargamu?' Abu Bakar menjawab, 'Aku meninggalkan Allah dan Rasul-Nya untuk mereka.' Maka aku berkata pada diriku, 'Aku tidak akan pernah bisa mengungguli Abu Bakar dalam hal apa pun.'"
 
Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
 
«مَا لأَحَدٍ عِنْدَنَا يَدٌ إِلَّا كَافَأْنَاهُ إِلَّا أَبَا بَكْرٍ، فَإِنَّ لَهُ عِنْدَنَا يَدًا يُكَافِئُهُ اللهُ بِهَا يَوْمَ القِيَامَةِ، وَمَا نَفَعَنِي مَالُ أَحَدٍ قَطُّ مَا نَفَعَنِي مَالُ أَبِي بَكْرٍ»
 
"Tidak ada seseorang pun yang memiliki kebaikan atas kami kecuali kami telah membalasnya, kecuali Abu Bakar. Dia memiliki kebaikan yang akan dibalas oleh Allah pada hari kiamat. Tidak ada harta yang lebih bermanfaat bagiku dibandingkan harta Abu Bakar."
 
Beberapa sahabat utama memeluk Islam berkat dakwah Abu Bakar Radhiyallahu Anhu, di antaranya Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqqash, dan Thalhah bin Ubaidillah. Mereka adalah orang-orang pertama yang memeluk Islam. Kemudian, menyusul sahabat lainnya seperti Utsman bin Mazh'un, Abu Ubaidah bin Jarrah, Al-Arqam bin Abi Al-Arqam, dan Abu Salamah Abdullah bin Abdul Asad Al-Makhzumi.
 
Abu Bakar membangun sebuah masjid di halaman rumahnya, tempat beliau biasa shalat dan membaca Al-Qur'an. Orang-orang pun berkumpul untuk mendengarkan bacaan dan shalatnya, serta menyaksikan tangisannya saat berdoa. Hal ini menjadi sebab banyak orang yang memeluk Islam.
 
Abu Bakar Radhiyallahu Anhu memiliki kebiasaan mulia, yaitu jika beliau melihat seorang budak yang sedang disiksa, beliau membelinya dari tuannya dan membebaskannya untuk mencari ridha Allah. Beliau pernah membeli budak bernama 'Amir bin Fuhairah dari tuannya, Ath-Thufail bin Abdullah bin Al-Harith, lalu membebaskannya. Ath-Thufail adalah anak dari istri Abu Bakar, yaitu Ummu Ruman, sehingga dia adalah saudara seibu dari Aisyah Radhiyallahu Anha. 'Amir bin Fuhairah termasuk orang-orang yang pertama masuk Islam. Dia pernah disiksa di jalan Allah, ikut serta dalam perang Badar dan Uhud, serta gugur pada hari peristiwa Bi'ru Ma'unah.
 
Abu Bakar juga membeli Bilal bin Rabah Radhiyallahu Anhu, yang sebelumnya merupakan budak milik Umayyah bin Khalaf Al-Jumahi. Umayyah sering menyiksa Bilal dengan sangat kejam. Abu Bakar membelinya dengan harga lima uqiyah emas. Setelah membeli Bilal, Umayyah berkata kepada Abu Bakar:
 
لَوْ أَبَيْتَ إِلَّا أُوقِيَّةً لَبِعْنَاكَ
 
"Jika kamu menawar dengan satu uqiyah, kami tetap akan menjualnya."
 
Abu Bakar menjawab:
 
لَوْ أَبَيْتُمْ إِلَّا مِائَةَ أُوقِيَّةٍ لَأَخَذْتُهُ
 
"Seandainya kalian meminta seratus uqiyah, aku tetap akan membelinya."
 
Bilal Radhiyallahu Anhu adalah seorang yang sangat teguh dalam Islam. Dia menjadi muadzin Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, ikut serta dalam perang Badar dan semua peristiwa penting lainnya. Bilal wafat di Damaskus pada tahun 20 Hijriah Radhiyallahu Anhu, sementara Umayyah bin Khalaf terus berada dalam kekafiran dan tewas di perang Badar dalam keadaan kafir.
 
Abu Bakar juga membeli budak perempuan bernama Zunairah, yang merupakan budak milik Umar bin Khattab sebelum beliau masuk Islam. Zunairah disiksa dan dipukul oleh Umar karena keislamannya, sampai ia kehilangan penglihatannya. Orang-orang Quraisy berkata,
 
مَا أَذْهَبَ بَصَرَهَا إِلَّا اللَّاتُ وَالْعُزَّى
 
"Yang membuatnya buta adalah Latta dan Uzza."
 
Zunairah menjawab,
 
وَاللهِ مَا هُمَا يَعْلَمَانِ مَنْ يَعْبُدُهُمَا، وَرَبِّي قَادِرٌ عَلَى أَنْ يَرُدَّ عَلَيَّ بَصَرِي
 
"Demi Allah, Latta dan Uzza tidak tahu siapa yang menyembah mereka. Rabb-ku mampu mengembalikan penglihatanku."
 
Pada malam itu, Allah mengembalikan penglihatan Zunairah. Orang-orang Quraisy kemudian berkata,
 
إِنَّ هَذَا مِنْ سِحْرِ مُحَمَّدٍ
 
"Ini adalah sihir Muhammad."
 
Abu Bakar pun membeli Zunairah dan memerdekakannya. Orang-orang Quraisy berkata,
 
لَوْ كَانَ خَيْرًا مَا سَبَقَتْنَا إِلَيْهِ زُنَّيْرَةُ
 
"Jika agama ini baik, pastilah orang-orang seperti Zunairah tidak akan mendahului kami dalam memeluknya."
 
Maka turunlah firman Allah Ta'ala:
 
﴿وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِلَّذِينَ آمَنُوا لَوْ كَانَ خَيْرًا مَّا سَبَقُونَا إِلَيْهِ﴾
 
"Dan orang-orang kafir berkata kepada orang-orang yang beriman: 'Jika agama ini baik, tentulah mereka tidak akan mendahului kami dalam memeluknya.'" (Al-Ahqaf: 11)
 
Abu Bakar juga membeli seorang budak wanita dari Bani 'Adi, suku Umar bin Khattab, yang telah masuk Islam. Sebelum Umar masuk Islam, beliau sering menyiksa budak tersebut agar meninggalkan Islam. Namun, Abu Bakar membelinya dan memerdekakannya.
 
Selain itu, Abu Bakar juga membeli dan memerdekakan seorang budak wanita dari Bani Abdul Syams yang dikenal sebagai Ummu 'Ubaiss.
 
Mungkin Abu Bakar Radhiyallahu Anhu adalah orang yang paling banyak membela Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu Anhu berkata, "Tiga hari setelah wafatnya ayahku (Abu Thalib), Quraisy berkumpul untuk membunuh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, dan pada hari itu tidak ada yang membantunya kecuali Abu Bakar. Abu Bakar memiliki dua kepangan rambut pada hari itu. Dia mendekati mereka, berdebat dengan yang satu dan mencegah yang lain, sambil berkata:
 
«أَتَقْتُلُونَ رَجُلًا أَنْ يَقُولَ رَبِّيَ اللَّهُ وَقَدْ جَاءَكُمْ بِالْبَيِّنَاتِ مِنْ رَبِّكُمْ؟ وَاللهِ إِنَّهُ رَسُولُ اللهِ»
 
'Apakah kalian akan membunuh seseorang hanya karena dia berkata: Tuhanku adalah Allah, padahal dia telah datang kepada kalian dengan bukti-bukti yang nyata dari Tuhan kalian? Demi Allah, dia adalah utusan Allah.'"
 
Pada hari itu, salah satu dari kepangan rambut Abu Bakar putus karena usahanya yang keras untuk membela Rasulullah.
 
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Aisyah Radhiyallahu Anha, yang berkata:
 
«لَمْ أَعْقِلْ أَبَوَيَّ إِلَّا وَهُمَا يَدِينَانِ الدِّينَ، وَلَمْ يَمُرَّ عَلَيْنَا يَوْمٌ إِلَّا وَيَأْتِينَا فِيهِ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَرَفَيِ النَّهَارِ بُكْرَةً وَعَشِيًّا»
 
"Aku tidak pernah sadar akan diriku kecuali bahwa kedua orang tuaku memeluk agama ini (Islam), dan setiap hari, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam datang ke rumah kami di pagi dan sore hari."

Bersambung…..

Tag: At-Tarikh Al-Islami.
 
Abdurrahman Al-Amiry
 
Selasa 24/09/24 di Ma’had Imam Al-Albani.

Sejarah Khulafaur Rasyidin [4]: Kisah Abu Bakar Mendapatkan Hidayah Islam


Abu Bakar juga tidak pernah menyembah berhala. Beliau berkata di hadapan para sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam:
 
ما سجدت لصنم قط، وذلك أني لما ناهزت الحلم أخذني أبو قحافة بيدي فانطلق بي إلى مخدع فيه الأصنام، فقال لي: هذه آلهتك الشم العوالي وخلاني وذهب، فدنوت من الصنم وقلت: إني جائع فأطعمني فلم يجبني، فقلت: إني عار فاكسني فلم يجبني، فألقيت عليه صخرة فخر لوجهه
 
"Aku tidak pernah bersujud kepada berhala. Ketika aku hampir baligh, ayahku (Abu Quhafah) membawaku ke sebuah tempat yang penuh dengan berhala dan berkata, 'Inilah tuhan-tuhanmu yang tinggi.' Lalu ia meninggalkanku dan pergi. Aku mendekati berhala itu dan berkata, 'Aku lapar, berikan aku makan.' Tetapi berhala itu tidak menjawab. Lalu aku berkata, 'Aku telanjang, berikan aku pakaian.' Berhala itu tetap tidak menjawab. Maka aku melemparkan batu ke arahnya hingga jatuh tersungkur."
 
Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu Anhu adalah sahabat dan teman dekat Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam sebelum masa kenabian. Beliau menemani Nabi ketika pergi bersama pamannya ke Syam dan bertemu dengan pendeta Buhaira. Ketika wahyu pertama kali turun, Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam sering mendengar suara yang memanggilnya, "Wahai Muhammad!" Setiap kali mendengar suara itu, Nabi berlari ketakutan dan menceritakan hal tersebut kepada Abu Bakar, yang pada saat itu adalah sahabatnya di masa jahiliyah.
 
Meskipun Abu Bakar terkenal di kalangan Quraisy dan suku-suku lainnya, sejarah kehidupannya pada masa jahiliyah tidak diketahui secara rinci. Yang diketahui hanyalah bahwa beliau seorang pedagang dan ahli nasab yang dihormati oleh Quraisy serta teman dekat Muhammad bin Abdullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Seperti kebanyakan tokoh pada zamannya, tetapi setelah masuk Islam, Abu Bakar menonjol di antara yang lain sebagai orang kedua setelah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Islam memang mengangkat derajat semua pemeluknya, tetapi ada perbedaan di antara mereka berdasarkan siapa yang lebih dahulu masuk Islam, keikhlasan, ketakwaan, dan pengorbanan mereka. Semua ini menjadi ciri khas Abu Bakar Radhiyallahu Anhu.
 
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkata kepada Khadijah Radhiyallahu Anha,
 
إِنِّي إِذَا خَلَوْتُ وَحْدِي سَمِعْتُ نِدَاءً، وَقَدْ وَاللهِ خَشِيتُ
 
"Ketika aku sendirian, aku mendengar suara panggilan, dan demi Allah, aku takut." Khadijah menenangkan Nabi dengan berkata,
 
مَعَاذَ اللهِ مَا كَانَ اللهُ لِيَفْعَلَ بِكَ، فَوَاللهِ إِنَّكَ لَتُؤَدِّي الأَمَانَةَ، وَتَصِلُ الرَّحِمَ، وَتُصَدِّقُ الحَدِيثَ
 
"Semoga Allah melindungimu. Demi Allah, Allah tidak akan membiarkanmu celaka, karena engkau selalu menunaikan amanah, menyambung silaturahim, dan selalu berkata jujur."
 
Ketika Abu Bakar masuk, sementara Rasulullah tidak berada di sana, Khadijah menceritakan peristiwa tersebut kepadanya dan berkata,
 
يَا عَتِيقُ! اذْهَبْ مَعَ مُحَمَّدٍ إِلَى وَرَقَةَ
 
"Wahai Atiq! Pergilah bersama Muhammad menemui Waraqah."
 
Tentang ciri-ciri fisik Abu Bakar, Aisyah Radhiyallahu Anha berkata:
 
كَانَ أَبْيَضَ، نَحِيفًا، خَفِيفَ العَارِضَيْنِ، أَجْنَأَ (مُنْحَنِيًا)، لَا يَسْتَمْلِكُ إِزَارَهُ، يَسْتَرْخِي عَنْ حَقْوَيْهِ (كِشْحَيْهِ) - وَالكَشْحُ عِنْدَ الخَاصِرَةِ - مَعْرُوقَ الوَجْهِ، غَائِرَ العَيْنَيْنِ، نَائِي الجَبْهَةِ، عَارِيَ الأَشَاجِعِ
 
"Beliau berkulit putih, kurus, tulang pipinya tipis, tubuhnya sedikit membungkuk. Pakaian yang dikenakannya sering kali melorot dari pinggangnya, dan ketiak (sisi pinggang) sering kali terbuka. Wajahnya penuh dengan urat yang terlihat, matanya cekung, dahinya menonjol, dan ruas jarinya terlihat jelas."
 
Kehidupan Abu Bakar dalam Islam
 
Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu Anhu adalah sahabat dekat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Ketika Muhammad bin Abdullah diutus sebagai Nabi, Abu Bakar langsung menerima ajaran beliau dan memeluk Islam. Tampaknya, Islamnya Abu Bakar disebabkan oleh keyakinannya terhadap akhlak mulia Nabi dan kecocokan beliau sebagai pembawa risalah, yang disaksikan Abu Bakar selama persahabatan mereka. Selain itu, dia juga mendengar dari orang-orang yang mengaku mengikuti agama hanif, agama Nabi Ibrahim Alaihis Salam, dan dari mereka yang memiliki ilmu tentang kitab-kitab terdahulu mengenai dekatnya kemunculan seorang nabi.
 
Ibnu Asakir meriwayatkan dari Isa bin Yazid, yang berkata bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu Anhu berkata:
 
كُنْتُ جَالِسًا بِفِنَاءِ الكَعْبَةِ، وَكَانَ زَيْدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ نُفَيْلٍ قَاعِدًا، فَمَرَّ بِهِ أُمَيَّةُ بْنُ أَبِي الصَّلْتِ، فَقَالَ: كَيْفَ أَصْبَحْتَ يَا بَاغِيَ الخَيْرِ؟ قَالَ: بِخَيْرٍ، قَالَ: وَهَلْ وَجَدْتَ؟ قَالَ: لَا، فَقَالَ: كُلُّ دِينٍ يَوْمَ القِيَامَةِ إِلَّا مَا قَضَى اللهُ فِي الحَقِيقَةِ بُورٌ، أَمَا إِنَّ هَذَا النَّبِيَّ الَّذِي يُنْتَظَرُ مِنَّا أَوْ مِنْكُمْ
 
"Aku sedang duduk di halaman Ka'bah bersama Zaid bin Amr bin Nufail, lalu lewat Umayyah bin Abi Shalt. Dia berkata: 'Bagaimana keadaanmu wahai pencari kebaikan?' Zaid menjawab: 'Baik.' Umayyah bertanya: 'Apakah engkau telah menemukan (kebenaran)?' Zaid menjawab: 'Belum.' Kemudian Umayyah berkata: 'Semua agama pada hari kiamat akan punah kecuali yang benar-benar ditetapkan oleh Allah. Sesungguhnya, Nabi yang sedang dinantikan ini berasal dari kami atau dari kalian.'"
 
Abu Bakar melanjutkan:
 
وَلَمْ أَكُنْ سَمِعْتُ قَبْلَ ذَلِكَ بِنَبِيٍّ يُنْتَظَرُ وَيُبْعَثُ، قَالَ: فَخَرَجْتُ إِلَى وَرَقَةَ بْنِ نَوْفَلٍ، وَكَانَ كَثِيرَ النَّظَرِ إِلَى السَّمَاءِ، كَثِيرَ هَمْهَمَةِ الصَّدْرِ، فَاسْتَوْقَفْتُهُ، ثُمَّ قَصَصْتُ عَلَيْهِ الحَدِيثَ، فَقَالَ: نَعَمْ يَا ابْنَ أَخِي إِنَّا أَهْلُ الكُتُبِ وَالعُلُومِ، إِلَّا أَنَّ هَذَا النَّبِيَّ الَّذِي يُنْتَظَرُ مِنْ أَوْسَطِ العَرَبِ نَسَبًا - وَلِي عِلْمٌ بِالنَّسَبِ، وَقَوْمُكَ أَوْسَطُ العَرَبِ نَسَبًا
 
"Aku belum pernah mendengar sebelumnya tentang Nabi yang sedang ditunggu-tunggu. Maka aku pergi menemui Waraqah bin Naufal, seorang yang sering memandang langit dan sering berzikir dalam hatinya. Aku menahannya dan menceritakan kisah tersebut. Dia berkata: 'Iya, wahai anak saudaraku, kami adalah ahli kitab dan ilmu. Nabi yang dinantikan ini berasal dari kalangan Arab dengan nasab yang paling mulia. Dan aku mengetahui nasab bangsa Arab, kaummu adalah yang paling mulia nasabnya di antara orang Arab.'"
 
Abu Bakar melanjutkan dengan bertanya:
 
قُلْتُ: يَا عَمَّ وَمَاذَا يَقُولُ النَّبِيُّ؟ قَالَ: يَقُولُ مَا قِيلَ لَهُ، إِلَّا أَنَّهُ لَا يُظْلَمُ وَلَا يُظْلِمُ، فَلَمَّا بُعِثَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آمَنْتُ بِهِ وَصَدَّقْتُهُ
 
"Aku bertanya: 'Wahai paman, apa yang akan dikatakan oleh Nabi itu?' Dia menjawab: 'Dia akan berkata apa yang diperintahkan kepadanya, dia tidak berbuat zalim dan tidak dizalimi.' Ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam diutus, aku pun beriman dan membenarkan beliau."
 
Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu Anhu pernah berkata:
 
خَرَجْتُ أُرِيدُ اليَمَنَ قَبْلَ أَنْ يُبْعَثَ النَّبِيُّ، فَنَزَلْتُ عَلَى شَيْخٍ مِنَ الأَزْدِ، عَالِمٍ، قَدْ قَرَأَ الكُتُبَ، وَعَلِمَ عِلْمًا كَثِيرًا، فَلَمَّا رَآنِي قَالَ: أَحَرَمِيٌّ أَنْتَ؟ قُلْتُ: نَعَمْ، أَنَا مِنْ أَهْلِ الحَرَمِ. قَالَ: وَقُرَشِيٌّ؟ قُلْتُ: نَعَمْ، أَنَا مِنْ قُرَيْشٍ. قَالَ: وَتَيْمِيٌّ؟ قُلْتُ: نَعَمْ، عَبْدُ اللهِ بْنُ عُثْمَانَ مِنْ تَيْمِ بْنِ مُرَّةَ. فَأَخْبَرَهُ أَنَّهُ سَيَكُونُ صَاحِبًا لِنَبِيٍّ يُبْعَثُ فِي الحَرَمِ
 
"Aku keluar menuju Yaman sebelum Nabi diutus. Aku singgah pada seorang tua dari suku Azd, yang merupakan seorang alim yang telah membaca banyak kitab dan memiliki banyak pengetahuan. Ketika dia melihatku, dia berkata: 'Apakah engkau berasal dari Tanah Haram?' Aku menjawab: 'Ya, aku dari Tanah Haram.' Dia bertanya: 'Apakah engkau dari Quraisy?' Aku menjawab: 'Ya, aku dari Quraisy.' Dia bertanya: 'Apakah engkau dari Bani Taim?' Aku menjawab: 'Ya, aku Abdullah bin Utsman dari Bani Taim bin Murrah.' Kemudian dia memberitahuku bahwa aku akan menjadi sahabat seorang Nabi yang akan diutus di Tanah Haram." (Dalam sebuah kisah yang panjang) .
 
Rabiah bin Ka'b berkata:
 
كَانَ إِسْلَامُ أَبِي بَكْرٍ شَبِيهًا بِالوَحْيِ مِنَ السَّمَاءِ، وَذَلِكَ أَنَّهُ كَانَ تَاجِرًا فِي الشَّامِ فَرَأَى رُؤْيَا، فَقَصَّهَا عَلَى بُحَيْرَا الرَّاهِبِ، فَقَالَ لَهُ: مِنْ أَيْنَ أَنْتَ؟ قَالَ: مِنْ مَكَّةَ. قَالَ: مِنْ أَيِّهَا؟ قَالَ: مِنْ قُرَيْشٍ. قَالَ: فَأَيُّ شَيْءٍ أَنْتَ؟ قَالَ: تَاجِرٌ. قَالَ: إِنْ صَدَقَ اللهُ رُؤْيَاكَ، فَإِنَّهُ يُبْعَثُ نَبِيٌّ مِنْ قَوْمِكَ، تَكُونُ وَزِيرَهُ فِي حَيَاتِهِ، وَخَلِيفَتَهُ بَعْدَ مَوْتِهِ
 
"Keislaman Abu Bakar sangat mirip dengan wahyu dari langit. Suatu ketika dia sedang berdagang di Syam dan melihat sebuah mimpi, lalu dia menceritakan mimpi tersebut kepada Buhaira, sang rahib. Buhaira bertanya kepadanya: 'Dari mana asalmu?' Abu Bakar menjawab: 'Dari Mekkah.' Buhaira bertanya lagi: 'Dari suku mana?' Abu Bakar menjawab: 'Dari Quraisy.' Buhaira bertanya: 'Apa pekerjaanmu?' Abu Bakar menjawab: 'Aku seorang pedagang.' Buhaira berkata: 'Jika mimpimu benar, maka akan diutus seorang Nabi dari kaummu. Engkau akan menjadi menterinya semasa hidupnya dan khalifahnya setelah kematiannya.' Maka Abu Bakar pun menyimpan hal itu dalam dirinya."

Bersambung…..

Tag: At-Tarikh Al-Islami.
 
Abdurrahman Al-Amiry
 
Selasa 17/09/24 di Ma’had Imam Al-Albani.

Sejarah Khulafaur Rasyidin [3]: Kehidupan Abu Bakar Di Masa Jahiliyyah


Abu Bakar, yang nama lengkapnya adalah Abdullah bin Utsman bin Amir bin Amr bin Ka'b bin Sa'd bin Taim, dikenal dengan gelar "Al-'Atiq" dan nama kunyah "Abu Bakar." Beliau juga dikenal dengan julukan "Ash-Shiddiq." Ayahnya bernama Utsman, yang juga dikenal sebagai Abu Quhafah, dan ibunya adalah Ummul Khair Salma binti Shakhr, yang berasal dari Bani Taim, dan merupakan sepupu ayahnya. Bani Taim adalah salah satu dari dua belas cabang suku Quraisy, namun bukan termasuk cabang yang paling kuat atau terkenal seperti Bani Abdu Manaf atau Bani Makhzum.
 
Abu Bakar lahir pada tahun ke-51 sebelum hijrah, sehingga ia lebih muda sekitar dua tahun dan beberapa bulan dari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.
 
Sebelum masuk Islam, Abu Bakar menikah dengan dua wanita, yaitu Qutailah binti Abdul Uzza, yang memberinya dua anak: Abdullah dan Asma', serta Ummu Ruman binti Amir al-Kinaniyah, yang melahirkan Abdul Rahman dan Aisyah.
 
Abu Bakar Radhiyallahu Anhu merupakan salah satu pembesar dan tokoh terhormat Quraisy. Sebelum Islam muncul, kemuliaan di kalangan Quraisy terbagi di antara sepuluh orang dari sepuluh cabang suku. Di antaranya adalah Al-Abbas bin Abdul Muthalib dari Bani Hasyim, yang bertugas menyediakan air minum bagi jamaah haji, dan tugas ini tetap beliau emban setelah masuk Islam. Abu Sufyan bin Harb dari Bani Umayyah, yang memegang panji Quraisy, akan menjadi pemimpin jika Quraisy belum memilih seorang pemimpin. Al-Harith bin Amir dari Bani Naufal, yang bertanggung jawab atas "rifadah" (bantuan kepada jamaah haji yang membutuhkan), dan Utsman bin Talhah dari Bani Abdud Dar, yang memegang tugas menjaga Ka'bah. Sedangkan Abu Bakar dari Bani Taim bertanggung jawab atas pembayaran denda dan diyat. Jika Abu Bakar menanggung sesuatu dan meminta bantuan dari Quraisy, mereka akan mendukungnya. Jika ada orang lain yang menanggung beban tersebut, mereka akan meninggalkannya.
 
Selain itu, ada Khalid bin Walid dari Bani Makhzum yang memegang peran sebagai komandan kuda dalam perang, dan Umar bin Khattab dari Bani Adi yang memegang posisi duta besar pada masa Jahiliyah.
 
Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu Anhu dikenal sebagai ahli nasab Quraisy. Ibn Hisyam dalam Sirah Nabawiyah berkata:
 
كان أبو بكر رضي الله عنه، أنسب قريش لقريش، وأعلم قريش بها، وبما كان فيها من خير وشر، وكان رجلاً تاركاً ذا خلق و معروف، وكان رجال قريش يأتونه ويألفونه لغير واحد من الأمر: لعلمه، وتجارته وحسن مجالسته.
 
"Abu Bakar Radhiyallahu Anhu adalah orang yang paling mengetahui nasab Quraisy dan lebih memahami kebaikan maupun keburukan yang ada di dalamnya. Beliau seorang yang bijaksana, berakhlak mulia, dan terkenal dengan kebaikan. Para okoh Quraisy sering mendatanginya karena keilmuannya, perdagangannya, dan kemampuannya dalam pergaulan."
 
وكان تاجراً يرتحل إلى البلاد ودخل بصرى الشام، وكان مع أبي طالب في قافلته إلى الشام وكان رأسماله جيداً، كريماً، فكان ينفق من ماله في كرمه، وعلى أصدقائه، إذ كانت قريش تحبه، ويستشيره رجالها. حرم على نفسه الخمرة في الجاهلية فلم يشربها قط لا في الجاهلية ولا في الإسلام، وذلك أنه مر وهو في الجاهلية برجل سكران يضع يده في العذرة يدنيها من فيه فإذا وجد ريحها صدف عنها، فحرمها أبو بكر على نفسه
 
Abu Bakar adalah seorang pedagang yang sering melakukan perjalanan ke berbagai negeri, termasuk ke Busra, Syam. Beliau juga pernah ikut dalam kafilah Abu Thalib ke Syam. Abu Bakar memiliki modal yang baik, dermawan, dan banyak menginfakkan hartanya kepada teman-temannya. Kaum Quraisy menyukainya dan sering meminta nasihat darinya. Dia juga mengharamkan khamr (minuman keras) untuk dirinya sejak masa jahiliyah dan tidak pernah meminumnya, baik sebelum maupun setelah Islam. Hal ini disebabkan oleh pengalamannya saat melihat seorang pria mabuk yang memasukkan tangannya ke kotoran dan mendekatkannya ke mulutnya, tetapi ketika mencium baunya, ia menghindar. Setelah melihat kejadian ini, Abu Bakar mengharamkan khamr untuk dirinya sendiri.
 
Diriwayatkan oleh Abu Nu'aim dari Aisyah Radhiyallahu Anha, bahwa Abu Bakar mengharamkan khamr bagi dirinya sendiri sejak masa jahiliyah. Diriwayatkan juga oleh Ibn Amir, dengan sanad yang sahih, bahwa Aisyah Radhiyallahu Anha berkata:
 
والله ما قال أبو بكر شعراً قط في جاهلية ولا إسلام، ولقد ترك هو وعثمان شرب الخمر في الجاهلية
 
"Demi Allah, Abu Bakar tidak pernah mengucapkan syair, baik di masa jahiliyah maupun Islam, dan dia serta Utsman telah meninggalkan khamr sejak masa jahiliyah."
 
Tiga bait syair yang dinisbatkan kepada Abu Bakar di antaranya adalah:
 
يَا طَلْحَةَ بْنَ عُبَيْدِ اللهِ قَدْ وَجَبَتْ لَكَ الْجِنَانُ وَبُوِّئْتَ الْمَهَا الْعَيْنَا
 
"Ya Thalhah bin Ubaidillah, surga telah menjadi milikmu, dan engkau diberi tempat tinggal yang penuh kenikmatan."

Bersambung…..

Tag: At-Tarikh Al-Islami.
 
Abdurrahman Al-Amiry
 
Selasa 10/09/24 di Ma’had Imam Al-Albani.

Sejarah Khulafaur Rasyidin [2]: Para Khulafa Saling Menyayangi


Para Khulafaur Rasyidin Saling Menyayangi
 
Setiap bangsa mencatat sejarahnya dengan cara yang berbeda. Kesalahan dalam sejarah biasanya dijelaskan dengan pemberian udzur yang membuat tindakan tersebut dapat dimaklumi, sehingga generasi penerus tetap merasa bangga dan mengambil pelajaran dari kesalahan tersebut. Mereka juga menonjolkan sisi positif sejarah dengan cara yang memukau, menjadikan sejarah sebagai sumber kebanggaan.
 
Namun, sejarah umat Islam sering kali mengalami penyelewengan akibat perpecahan antar kelompok. Masing-masing kelompok berusaha merendahkan yang lain, memfokuskan perhatian pada perselisihan, dan membesar-besarkan pertempuran yang terjadi. Akibatnya, sejarah seolah hanya berisi konflik, mengabaikan aspek-aspek kebesaran dari periode tersebut. Lebih baik jika pertempuran itu dijelaskan dengan memperhatikan kondisi yang melatarbelakanginya.
 
Pada awalnya, perpecahan di kalangan umat Islam tidak seperti yang kita kenal sekarang. Awalnya, istilah "Syiah" hanya berarti dukungan dan pembelaan terhadap Ali Radhiyallahu Anhu dan tidak lebih dari itu. Namun, seiring berjalannya waktu, terutama di akhir abad ketiga hijriah, istilah ini mulai berkembang menjadi paham dan keyakinan yang berbeda. Orang-orang yang mengklaim sebagai pendukung Ali mulai menulis sejarah dengan cara yang merendahkan lawan-lawan mereka, bahkan menambahkan cerita dan doktrin yang tidak pernah dikenal oleh generasi awal umat Islam.
 
Penulisan sejarah ini mulai gencar pada masa dinasti Abbasiyah yang memiliki kepentingan politik untuk meruntuhkan citra Bani Umayyah, bahkan sampai mencemarkan nama Khalifah Utsman bin Affan Radhiyallahu Anhu. Akibatnya, muncul narasi yang menuduh para khalifah sebelumnya sebagai perampas hak Ali, dan hadits-hadits palsu dibuat untuk mendukung klaim bahwa Ali adalah penerus yang sah. Hal ini menyebabkan perbedaan pendapat yang tajam dalam sejarah Islam, di mana setiap kelompok hanya mempercayai narasi yang sesuai dengan keyakinan mereka sendiri dan menolak narasi lain.
 
Seperti akidah Syiah Itsna Asyariyyah:
 
Menurut ajaran Syi'ah Itsna 'Asyariyah, Imamah (kepemimpinan dua belas imam) merupakan rukun Islam yang paling utama, bahkan lebih utama daripada rukun-rukun lainnya. Mereka meyakini bahwa Imamah adalah kedudukan ilahi seperti kenabian, di mana para imam menerima wahyu, didukung dengan mukjizat, dan maksum (terjaga dari kesalahan) secara mutlak. Keyakinan ini menjadikan Imamah sebagai fondasi utama dalam ajaran mereka.
 
Para ulama Syi'ah cenderung membatasi definisi Ahlul Bait hanya pada putri bungsu Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam, yaitu Fatimah Radhiyallahu Anha, suaminya Ali, dan kedua putranya Hasan dan Husain Radhiyallahu Anhum, serta sembilan keturunan dari Husain. Mereka mengabaikan para khalifah Muslim sepanjang sejarah dan meremehkan pencapaian mereka dalam membela Islam dan kaum Muslimin, yang sebenarnya merupakan tokoh-tokoh penting dalam sejarah Islam.
 
Berikut adalah dua belas imam yang dianggap maksum dan memiliki kedudukan istimewa dalam ajaran Syi'ah Itsna 'Asyariyah:
 
1.      Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu Anhu (600–661 M)
2.      Hasan bin Ali Radhiyallahu Anhu (625–670 M)
3.      Husain bin Ali Radhiyallahu Anhu (626–680 M)
4.      Ali Zainal Abidin bin Husain (659–713 M)
5.      Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin (676–732 M)
6.      Ja'far ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir (702–765 M)
7.      Musa al-Kazim bin Ja'far ash-Shadiq (745–799 M)
8.      Ali ar-Ridha bin Musa al-Kazim (766–818 M)
9.      Muhammad al-Jawad bin Ali ar-Ridha (811–835 M)
10.    Ali al-Hadi bin Muhammad al-Jawad (828–868 M)
11.    Hasan al-Askari bin Ali al-Hadi (844–874 M)
12.    Muhammad al-Mahdi bin Hasan al-Askari (lahir tahun 868 M, yang menurut keyakinan mereka masih hidup dan bersembunyi di gua hingga kini sebagai Imam Mahdi yang ditunggu-tunggu kemunculannya).
 
Inilah dua belas imam yang mereka yakini memiliki kemaksuman dan kedudukan yang sangat istimewa dalam ajaran Syi'ah Itsna 'Asyariyah. Kepercayaan ini menjadi dasar utama dalam berbagai ajaran dan praktik keagamaan mereka, serta membedakan mereka dari mayoritas Muslim lainnya.
 
Mereka dijuluki sebagai Rafidhah karena menolak kekhalifahan Abu Bakar dan Umar Radhiyallahu Anhuma, atau karena mereka menolak Zaid bin Ali Radhiyallahu Anhu ketika beliau mendoakan rahmat bagi Abu Bakar dan Umar Radhiyallahu Anhuma. Julukan ini mencerminkan penolakan mereka terhadap para sahabat utama Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam dan sikap mereka yang berbeda dari mayoritas umat Islam.
 
Pertanyaan untuk Syi'ah:
 
Jika Ali Radhiyallahu Anhu mengetahui bahwa dirinya adalah khalifah yang diangkat oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala, sebagaimana yang diklaim oleh Syi'ah, mengapa beliau berbaiat kepada Abu Bakar, Umar, dan Utsman Radhiyallahu Anhum? Pertanyaan ini sangat penting karena berbaiatnya Ali Radhiyallahu Anhu kepada tiga khalifah tersebut menunjukkan penerimaan dan penghormatan beliau terhadap kepemimpinan mereka.
 
Jika Syi'ah mengatakan bahwa "Beliau tidak mampu," maka orang yang tidak mampu tidak layak menjadi imam; karena Imamah hanya diberikan kepada orang yang mampu menanggung beban tanggung jawabnya.
 
Jika mereka mengatakan bahwa "Beliau mampu namun tidak melakukannya," maka itu adalah pengkhianatan. Dan seorang pengkhianat tidak layak menjadi imam! Dia tidak bisa dipercaya untuk mengurus umat.

Sehingga banyak sekali cerita-cerita yang diselewengkan, seakan ada banyak pertikaian antara Ali bin Abi Thalid dengan para Khulafaur Rasyidin yang lain.
 
Kesulitan dalam memahami peristiwa masa lalu sering kali terjadi karena kita melihatnya melalui kacamata zaman sekarang, di mana informasi dapat tersebar dengan cepat dan keinginan untuk berkuasa sering kali mendominasi.
 
Pada masa lalu, komunikasi sangat lambat jarak antara Madinah dan Damaskus memakan waktu sebulan untuk pulang pergi, dan selama itu, banyak hal bisa berubah tanpa ada kabar yang sampai dengan akurat. Informasi sering kali disampaikan dengan cara yang berbeda dari kenyataannya, menyebabkan kebingungan dan kesalahpahaman, ini dimaklumi karena kondisi yang sulit.
 
Pada zaman sekarang, kita membayangkan peristiwa masa lalu seolah-olah terjadi dalam kondisi modern, dengan telepon, radio, dan teknologi komunikasi lainnya yang memungkinkan penyebaran berita dalam hitungan detik.
 
Namun, kenyataannya, para khalifah rasyidin tidak mengejar kekuasaan, bahkan mereka sering menghindar dari memberikan keputusan. Seperti pada peristiwa di Saqifah, di mana Abu Bakar, Umar, dan Abu Ubaidah saling mendorong tanggung jawab kepada yang lain. Ali Radhiyallahu Anhu bahkan pernah berkata bahwa jika bukan karena kewajiban agama dan kehadiran para pendukungnya, ia lebih memilih menghindari urusan dunia ini.
 
Dan mari kita selalu ingat apa yang dikatakan oleh Ali Radhiyallahu Anhu:
 
أَمَّا وَالَّذِي فَلَقَ الْحَبَّةَ وَبَرَأَ النَّسَمَةَ، لَوْلَا حُضُورُ الْحَاضِرِ، وَقِيَامُ الْحُجَّةِ بِوُجُودِ النَّاصِرِ، وَمَا أَخَذَ اللَّهُ عَلَى الْعُلَمَاءِ أَلَّا يُقِرُّوا عَلَى كَظَّةِ ظَالِمٍ وَلَا سَغَبِ مَظْلُومٍ، لَأَلْقَيْتُ حَبْلَهَا عَلَى غَارِبِهَا، وَلَسَقَيْتُ آخِرَهَا بِكَأْسِ أُولَاهَا، وَلَأَلْفَيْتُمْ دُنْيَاكُمْ هَذِهِ أَزْهَدَ عِنْدِي مِنْ عَفْطَةِ عَنْزٍ
 
“Demi Allah yang membelah biji dan menciptakan kehidupan, jika bukan karena hadirnya orang-orang yang hadir dan tegaknya hujah dengan adanya pendukung, serta kewajiban Allah kepada para ulama untuk tidak membiarkan seorang zalim terus kenyang sementara seorang yang tertindas kelaparan, niscaya aku akan meninggalkan urusan ini dan membiarkannya, dan aku akan mengakhiri urusan ini sebagaimana awalnya, dan sungguh kalian akan mendapati dunia kalian ini lebih tidak berharga bagiku daripada ingus kambing.”
 
Kita sering membicarakan masa itu dengan pikiran yang penuh dengan ambisi kekuasaan, revolusi, dan perebutan kekuatan, padahal realitasnya sangat berbeda.
 
Namun, kenyataannya, para sahabat, terutama para khalifah rasyidin, saling mencintai dan menghormati satu sama lain. Mereka saling berkonsultasi dan bekerja sama dengan tulus. Hubungan ini tidak hanya terbatas pada mereka sendiri tetapi juga mencakup para keturunan dan keluarga Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Bahkan khalifah dari Dinasti Umayyah dan Abbasiyah menunjukkan rasa hormat yang besar terhadap keluarga Nabi dan para sahabat. Penting bagi kita untuk memahami kenyataan ini dan menghindari pandangan yang dipenuhi oleh kebencian dan prasangka antara kelompok-kelompok tersebut.
 
Disebutkan kedekatakan Umar dengan keluarga Ali:
 
كَسَا عُمَرُ بْنُ الخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَصْحَابَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ يَكُنْ فِيهَا مَا يَصْلُحُ لِلْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ، فَبَعَثَ إِلَى اليَمَنِ فَأُتِيَ بِهِمَا بِكِسْوَةٍ فَقَالَ: "الآنَ طَابَتْ نَفْسِي
 
Umar bin Khattab Radhiyallahu Anhu pernah memberikan pakaian kepada para sahabat Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam, namun tidak ada yang cocok untuk Hasan dan Husain. Maka, ia mengirim utusan ke Yaman untuk membawakan pakaian bagi mereka berdua. Setelah pakaian itu tiba, Umar berkata, "Sekarang hatiku merasa tenang."
 
وَأَمَرَ عُمَرُ بْنُ الخَطَّابِ الحُسَيْنَ بْنَ عَلِيٍّ أَنْ يَأْتِيَهُ فِي بَعْضِ الحَاجَةِ. قَالَ الحُسَيْنُ: فَلَقِيتُ عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَ فَقُلْتُ لَهُ: مِنْ أَيْنَ جِئْتَ؟ فَقَالَ: اسْتَأْذَنْتُ عَلَى عُمَرَ فَلَمْ يَأْذَنْ لِي. فَرَجَعَ الحُسَيْنُ فَلَقِيَهُ عُمَرُ فَقَالَ: مَا مَنَعَكَ يَا حُسَيْنُ أَنْ تَأْتِيَنِي؟ قَالَ: قَدْ أَتَيْتُكَ وَلَكِنْ أَخْبَرَنِي عَبْدُ اللهِ بْنُ عُمَرَ أَنَّهُ لَمْ يُؤْذَنْ لَهُ عَلَيْكَ فَرَجَعْتُ. فَقَالَ عُمَرُ: وَأَنْتَ عِنْدِي مِثْلُهُ؟ أنت أعز عليه وأكرم من عبد الله
 
Umar bin Khattab juga pernah memerintahkan Husain bin Ali untuk menemuinya karena ada suatu keperluan. Husain berkata, "Aku bertemu dengan Abdullah bin Umar dan bertanya kepadanya, 'Dari mana kamu datang?' Dia menjawab, 'Aku meminta izin untuk menemui Umar, tetapi tidak diizinkan.' Maka, Husain pun kembali. Ketika Umar bertemu dengannya, Umar bertanya, 'Mengapa kamu tidak datang menemuiku, wahai Husain?' Husain menjawab, 'Aku datang, tetapi Abdullah bin Umar memberitahuku bahwa dia tidak diizinkan masuk, maka aku pun kembali.' Umar berkata, 'Apakah kamu sama seperti dia? Apakah kamu tidak tahu bahwa kamu lebih aku cintai daripada Abdullah bin Umar?'"
 
وأخرج الترمذي عن عمر رضي الله عنه قال: "أبو بكر سيدنا، وخيرنا، وأحبنا إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم."
 
“Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi bahwa Umar Radhiyallahu Anhu berkata, "Abu Bakar adalah pemimpin kita, yang terbaik di antara kita, dan yang paling dicintai oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam."
 
وأخرج البخاري وأحمد عن محمد بن الحنفية قال: قلت لأبي (يعني علي بن أبي طالب رضي الله عنه): أي الناس خير بعد النبي صلى الله عليه وسلم؟ قال: "أبو بكر". قلت: ثم من؟ قال: "عمر". وخشيت أن يقول عثمان. قلت: ثم أنت؟ قال: "ما أنا إلا رجل من المسلمين".
 
Al-Bukhari dan Ahmad meriwayatkan dari Muhammad bin Al-Hanafiyah yang berkata, "Aku bertanya kepada ayahku (Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu Anhu), 'Siapakah manusia terbaik setelah Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam?' Dia menjawab, 'Abu Bakar.' Aku bertanya lagi, 'Kemudian siapa?' Dia menjawab, 'Umar.' Aku khawatir dia akan menyebut Utsman, maka aku bertanya, 'Kemudian engkau?' Ali menjawab, 'Aku hanyalah salah satu dari kaum Muslimin.'"
 
Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu Anhu pernah ditanya tentang Abu Bakar dan Umar Radhiyallahu Anhuma. Beliau berkata kepada si penanya:
 
عَلَى الخَبِيرِ سَقَطْتَ، كَانَا وَاللهِ إِمَامَي هُدًى، هَادِيَيْنِ، مَهْدِيَيْنِ، رَاشِدَيْنِ، مُرْشِدَيْنِ، مُصْلِحَيْنِ، مُنَجِّحَيْنِ، خَرَجَا مِنَ الدُّنْيَا خَمِيصَيْنِ
 
"Engkau telah bertanya kepada yang mengetahui. Demi Allah, mereka berdua adalah imam petunjuk, pembimbing, yang mendapat petunjuk, bijaksana, penunjuk jalan, pemimpin yang saleh, dan sukses. Mereka meninggalkan dunia ini dalam keadaan lapar."
 
Beliau juga berkata:
 
جَعَلَ اللهُ أَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ حُجَّةً عَلَى مَنْ بَعْدَهُمَا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، فَسَبَقَا وَاللهِ سَبْقًا بَعِيدًا وَأَتْعَبَا مَنْ بَعْدَهُمَا إِتْعَابًا شَدِيدًا
 
"Allah menjadikan Abu Bakar dan Umar sebagai hujah atas orang-orang setelah mereka hingga hari kiamat. Demi Allah, mereka berdua telah melampaui jauh ke depan dan membuat orang-orang setelah mereka sangat letih mengejar ketinggalan mereka."
 
Suatu hari, ketika Ali sedang mengadili perkara di Kufah, seorang pria berkata kepadanya:
 
يَا خَيْرَ النَّاسِ، انْظُرْ فِي أَمْرِي، فَوَاللهِ مَا رَأَيْتُ أَحَدًا هُوَ خَيْرٌ مِنْكَ
 
"Wahai sebaik-baik manusia, perhatikanlah urusanku. Demi Allah, aku belum pernah melihat seseorang yang lebih baik darimu."
 
Ali berkata:
 
قَدِّمُوهُ
 
"Bawa dia kemari," dan dia pun dibawa ke hadapan Ali.
 
Ali bertanya kepadanya:
 
هَلْ رَأَيْتَ رَسُولَ اللهِ؟
 
"Apakah engkau pernah melihat Rasulullah?"
 
Pria itu menjawab:
 
لَا
 
"Tidak."
 
Ali bertanya lagi:
 
هَلْ رَأَيْتَ أَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ؟
 
"Apakah engkau pernah melihat Abu Bakar dan Umar?"
 
Pria itu menjawab:
 
لَا
 
"Tidak."
 
Ali berkata:
 
لَوْ أَخْبَرْتَنِي أَنَّكَ رَأَيْتَ رَسُولَ اللهِ لَضَرَبْتُ عُنُقَكَ، وَلَوْ أَخْبَرْتَنِي أَنَّكَ رَأَيْتَ أَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ لَأَوْجَعْتُكَ ضَرْبًا
 
"Seandainya engkau mengatakan bahwa engkau telah melihat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, niscaya aku akan memenggal lehermu. Dan seandainya engkau mengatakan bahwa engkau telah melihat Abu Bakar dan Umar, niscaya aku akan memukulmu dengan keras."
 
Ali Radhiyallahu Anhu juga berkata, setiap kali Abu Bakar disebutkan di hadapannya:
 
السَّبَّاقُ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا اسْتَبَقْنَا إِلَى خَيْرٍ إِلَّا سَبَقَنَا إِلَيْهِ أَبُو بَكْرٍ
 
"Dia adalah yang terdepan. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah kami berlomba-lomba dalam kebaikan kecuali Abu Bakar selalu mendahului kami."
 
عن أبي هريرة ، قال : قال رسول الله - صلى الله عليه وسلم : " من أصبح منكم اليوم صائما ؟ " قال أبو بكر : أنا ، قال : " فمن تبع منكم اليوم جنازة ؟ " قال أبو بكر : أنا ، قال : " فمن أطعم منكم اليوم مسكينا ؟ " قال أبو بكر : أنا ، قال : " فمن عاد منكم اليوم مريضا ؟ " قال أبو بكر : أنا ، فقال رسول الله - صلى الله عليه وسلم : " ما اجتمعن في امرئ إلا دخل الجنة . رواه مسلم في الصحيح عن ابن أبي عمر .
 
Dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: "Siapa di antara kalian yang hari ini berpuasa?" Abu Bakar berkata: "Aku." Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: "Siapa di antara kalian yang hari ini mengikuti jenazah?" Abu Bakar berkata: "Aku." Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: "Siapa di antara kalian yang hari ini memberi makan orang miskin?" Abu Bakar berkata: "Aku." Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: "Siapa di antara kalian yang hari ini menjenguk orang sakit?" Abu Bakar berkata: "Aku." Maka Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: "Tidaklah semua itu terkumpul dalam diri seseorang kecuali dia masuk surga." (HR. Muslim)
 
عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ: " أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا أَنْ نَتَصَدَّقَ، فَوَافَقَ ذَلِكَ مَالًا عِنْدِي، فَقُلْتُ: الْيَوْمَ أَسْبِقُ أَبَا بَكْرٍ إِنْ سَبَقْتُهُ يَوْمًا، فَجِئْتُ بِنِصْفِ مَالِي، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَا أَبْقَيْتَ لِأَهْلِكَ؟»، قُلْتُ: مِثْلَهُ، قَالَ: وَأَتَى أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ بِكُلِّ مَا عِنْدَهُ، فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَا أَبْقَيْتَ لِأَهْلِكَ؟» قَالَ: أَبْقَيْتُ لَهُمُ اللَّهَ وَرَسُولَهُ، قُلْتُ: لَا أُسَابِقُكَ إِلَى شَيْءٍ أَبَدًا
 
Umar bin Khattab Radhiyallahu Anhu berkata: "Suatu hari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam memerintahkan kami untuk bersedekah, dan kebetulan saat itu aku memiliki harta. Aku berkata, 'Hari ini aku akan mengalahkan Abu Bakar jika aku bisa mengalahkannya dalam satu hari.' Lalu aku datang dengan setengah dari hartaku, dan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: 'Apa yang engkau tinggalkan untuk keluargamu?' Aku berkata, 'Sebanyak itu juga.' Kemudian datanglah Abu Bakar Radhiyallahu Anhu dengan semua hartanya, dan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda kepadanya: 'Apa yang engkau tinggalkan untuk keluargamu?' Abu Bakar berkata: 'Aku tinggalkan untuk mereka Allah dan Rasul-Nya.' Maka aku berkata: 'Aku tidak akan pernah bisa mengalahkanmu dalam hal apapun selamanya.'" (HR. Abu Daud)
 
عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ، قَالَ: مَرَّ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا مَعَهُ وَأَبُو بَكْرٍ، عَلَى عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُودٍ وَهُوَ يَقْرَأُ، فَقَامَ فَتَسَمَّعَ (1) قِرَاءَتَهُ، ثُمَّ رَكَعَ عَبْدُ اللهِ، وَسَجَدَ، قَالَ: فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " سَلْ تُعْطَهْ، سَلْ تُعْطَهْ "، قَالَ: ثُمَّ مَضَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ: " مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَقْرَأَ الْقُرْآنَ غَضًّا كَمَا أُنْزِلَ، فَلْيَقْرَأْهُ مِنَ ابْنِ أُمِّ عَبْدٍ ". قَالَ: فَأَدْلَجْتُ إِلَى عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُودٍ لِأُبَشِّرَهُ بِمَا قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: فَلَمَّا ضَرَبْتُ الْبَابَ - أَوْ قَالَ: لَمَّا سَمِعَ صَوْتِي - قَالَ: مَا جَاءَ بِكَ هَذِهِ السَّاعَةَ؟ قُلْتُ: جِئْتُ لِأُبَشِّرَكَ بِمَا قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. قَالَ: قَدْ سَبَقَكَ أَبُو بَكْرٍ. قُلْتُ: إِنْ يَفْعَلْ فَإِنَّهُ (2) سَبَّاقٌ بِالْخَيْرَاتِ، مَا اسْتَبَقْنَا خَيْرًا قَطُّ إِلَّا سَبَقَنَا إِلَيْهَا أَبُو بَكْرٍ
 
Dari Umar bin Khattab Radhiyallahu Anhu, dia berkata:
"Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam pernah melewati Abdullah bin Mas'ud yang sedang membaca Al-Qur'an, dan aku bersamanya, juga Abu Bakar. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam berdiri mendengarkan bacaannya. Ketika Abdullah rukuk dan sujud, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: 'Mintalah, niscaya engkau akan diberi. Mintalah, niscaya engkau akan diberi.' Kemudian Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam melanjutkan perjalanannya, dan bersabda: 'Barang siapa yang ingin membaca Al-Qur'an seperti saat diturunkan, maka bacalah dari Ibnu Umm Abd (Abdullah bin Mas'ud).' Aku pun pergi menemui Abdullah bin Mas'ud untuk menyampaikan kabar gembira tentang apa yang disabdakan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Ketika aku mengetuk pintu, atau ketika dia mendengar suaraku, dia bertanya: 'Apa yang membawamu ke sini pada waktu ini?' Aku berkata: 'Aku datang untuk memberikan kabar gembira tentang apa yang disabdakan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.' Dia berkata: 'Abu Bakar telah mendahuluimu.' Aku berkata: 'Jika dia melakukannya, memang dia adalah yang tercepat dalam melakukan kebaikan. Tidak pernah kami berlomba dalam kebaikan kecuali Abu Bakar selalu mendahului kami.'" (HR. Ahmad)
 
Seorang pria datang kepada Ali Radhiyallahu Anhu dan berkata:
 
يا أمير المؤمنين، كيف سبق المهاجرون والأنصار إلى بيعة أبي بكر وأنت أسبق منه سابقة؟
 
"Wahai Amirul Mukminin, bagaimana bisa para Muhajirin dan Anshar mendahului memberikan baiat kepada Abu Bakar, padahal engkau lebih dahulu dalam segala hal?" Ali menjawab:
 
سَبَقَنِي أَبُو بَكْرٍ إِلَى أَرْبَعٍ لَمْ أُوتَهُنَّ وَلَمْ أَعْتَضْ مِنْهُنَّ بِشَيْءٍ: سَبَقَنِي إِلَى إِفْشَاءِ الإِسْلَامِ، وَقَدَّمَ الهِجْرَةَ، وَمُصَاحَبَةَ النَّبِيِّ فِي الغَارِ، وَإِتْمَامِ الصَّلاةِ وَأَنَا يَوْمَئِذٍ بِالشِّعْبِ أُظْهِرُ الإِسْلَامَ وَأُخْفِيهِ وَتَسْتَحْقِرُنِي قُرَيْشٌ وَتَسْتَوْفِيهِ. وَاللهِ لَوْ أَنَّ أَبَا بَكْرٍ زَالَ عَنْ مَزِيَّتِهِ مَا بَلَغَ الدِّينُ العَبْرَيْنِ، وَلَكَانَ النَّاسُ كَرْعَةً كَكَرْعَةِ طَالُوتَ. وَيْلَكَ إِنَّ اللهَ ذَمَّ النَّاسَ، وَمَدَحَ أَبَا بَكْرٍ فَقَالَ: «إِلَّا تَنْصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللهَ مَعَنَا» فَرَحْمَةُ اللهِ عَلَى أَبِي بَكْرٍ
 
"Abu Bakar mendahuluiku dalam empat hal yang aku tidak memilikinya dan tidak bisa menggantikannya dengan apa pun. Dia mendahuluiku dalam menyebarkan Islam, menjadi yang pertama dalam hijrah, menemani Nabi di gua, dan menyempurnakan shalat, sementara aku saat itu berada di lembah, menampakkan Islam dan menyembunyikannya. Sementara Quraisy meremehkanku dan menghormatinya. Demi Allah, jika Abu Bakar tidak berada di posisinya, agama ini tidak akan sampai ke dua sisi dunia, dan manusia akan menjadi seperti tentara Thalut yang lemah. Celakalah engkau! Allah telah mencela manusia, tetapi memuji Abu Bakar dengan firman-Nya: 'Jika kalian tidak menolongnya (Muhammad), maka sungguh Allah telah menolongnya ketika orang-orang kafir mengusirnya (dari Mekkah) dan dia salah satu dari dua orang ketika keduanya berada di dalam gua, dia berkata kepada sahabatnya: "Janganlah kamu bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita."' Semoga rahmat Allah tercurah atas Abu Bakar."

Bersambung…..

Tag: At-Tarikh Al-Islami.
 
Abdurrahman Al-Amiry
 
Selasa 03/09/24 di Ma’had Imam Al-Albani.

Contact Me

Adress

Ma'had Imam Al-Albani, Prabumulih, Sumsel

Phone number

+62 89520172737 (Admin 'Lia')

Website

www.abdurrahmanalamiry.com